Jumat, 30 April 2010

Al Qur'an di mata Syi'ah

Setiap Syiah harus, sekali lagi harus percaya bahwa Al Qur'an yang ada saat ini tidak otentik dan mengalami perubahan. Tidak percaya? Jangan terburu marah, baca dulu selengkapnya
Jika kita menelaah literatur-literatur syiah, maka akan anda temui banyak riwayat juga pernyataan para ulama syiah yang menegaskan bahwa Al Qur’an yang dijadikan pedoman umat islam saat ini sudah bukan asli lagi, alias sudah dirubah. Jadi kitab suci yang ada pada umat islam sejak dulu sampai hari ini menurut syiah sudah bukan otentik lagi, alias ada ayat-ayat yang bukan lagi wahyu Allah, tetapi ada juga hasil tulisan tangan manusia. Selain diubah, nukilan-nukilan itu juga menyatakan bahwa ada ayat-ayat dalam Al Qur’an yang dihapus. Intinya, Al Qur’an yang ada sekarang ini tidak seperti yang diturunkan oleh Allah pada Nabi Muhammad SAAW.

Sampai di sini para pembaca mungkin merasa heran dan bertanya-tanya, apakah benar syiah menganggap demikian? Mungkin anda pernah mendengar hal ini sebelumnya dan mengklarifikasi kepada teman atau tetangga anda yang syiah, dan dijawab oleh mereka bahwa hal itu semata-mata adalah fitnah dan tuduhan yang dihembuskan oleh musuh-musuh syiah, dari mereka yang ingin memecah belah umat Islam. Lebih jauh lagi, mereka akan menuduh orang yang menebarkan hal itu sebagai antek zionis yahudi. Astaghfirullah

Mengklarifikasikan sebuah tuduhan adalah sikap yang benar, dan seharusnya dilakukan oleh setiap muslim yang objektif, tetapi hendaknya kita tidak salah alamat dalam mengklarifikasi sebuah berita. Seperti kasus kita kali ini, mestinya kita mengklarifikasi tuduhan ini dengan melihat langsung ke literatur syiah untuk mengecek kebenaran berita ini, mengecek apakah benar ada kitab-kitab syiah yang menyatakan demikian atau tidak ada. Mengapa klarifikasi ke tetangga, teman atau dosen anda yang syiah adalah salah alamat? Ada beberapa sebab; bisa jadi teman, tetangga dan dosen anda belum pernah mendapat akses ke literatur itu, bisa jadi dia memang sudah mengakses tetapi dia mengingkari hal itu. bisa jadi dia adalah “anggota biasa” yang tidak tahu apa-apa, banyak kemungkinan. Tetapi semua itu tidak akan mengubah apa yang tercantum dalam kitab-kitab syiah. Di antaranya:

Abu Abdillah berkata: “Al Qur’an yang diturunkan Jibril kepada Muhammad adalah 17 ribu ayat”. Al Kafi jilid 2 hal 463. Muhammad Baqir Al Majlisi berkata bahwa riwayat ini adalah muwathaqoh. Lihat di Mir’atul Uqul jilid 2 hal 525.

Jika kita telaah lagi pernyataan-pernyataan ulama syiah mengenai ingkarnya mereka pada Al Qur’an hari ini, kita akan sampai pada sebuah kesimpulan berbahaya, yang mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Kesimpulan ini berbunyi:
Setiap syiah harus mengingkari keaslian Al Qur’an, jika masih beriman bahwa AL Qur’an sekarang ini adalah asli otentik seperti yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAAW, maka dia bukan syiah.

Ada kalimat lain untuk kesimpulan di atas, yaitu setiap syiah harus meyakini bahwa al qur’an telah dirubah, ditambah dan dikurangi. Seseorang tidak bisa menjadi syiah jika tidak meyakini hal itu. Sehingga dapat kita katakan bahwa seorang syiah terpaksa meyakini hal itu jika masih ingin menjadi syiah. Di sini meyakini adanya penambahan, pengurangan dan perubahan terhadap ayat Al Qur’an menjadi sebuah konsekwensi yang melekat, dan tidak pernah akan lepas, bagi seorang penganut syiah.

Bisa dikatakan juga, mereka yang meyakini bahwa Al Qur’an masih asli tidak pernah akan menjadi syiah.

Saya mohon maaf pada pembaca karena barangkali telah membuat pembaca agak sedikit bingung –plus terkejut-. Tetapi ini adalah kenyataan yang harus kita ketahui. Barangkali anda akan bertanya mengenai hal-hal yang mendasari kesimpulan saya di atas, ini adalah pertanyaan wajar, dan memang saya akan mengetengahkan bukti-bukti dari pernyataan di atas. Saya katakan di atas bahwa yang akan mencapai kesimpulan seperti itu bukanlah saya pribadi, tetapi kita semua, seluruh pembaca makalah ini. Saya mengajak diri saya sendiri dan pembaca yang budiman untuk merasa tidak puas dengan omongan orang tentang sesuatu, sebelum merujuk pada sumber otentik dari sesuatu itu. anda jangan puas hanya dengan mendengar omongan dan –mungkin- bualan dari teman anda, tapi hendaknya kita melangkah jauh untuk memberanikan diri menelaah sumber-sumber otentik mazhab syiah. Pembaca akan mendapatkan apa yang tersembunyi dari mazhab syiah imamiyah, dan kami –team hakekat- berusaha untuk menampilkan sumber otentik lengkap dengan nomor jilid dan halaman.

Telah kita bahas di atas bahwa keyakinan terhadap diubahnya Al Qur’an adalah konsekwensi dari mazhab syiah imamiyah. Ulama syiah klasik benar-benar menyadari hal ini, maka keyakinan tentang perubahan Al Qur’an menjadi sebuah aksioma dalam mazhab syiah –yang tidak bisa diganggu gugat-. Apa yang mendorong para ulama syiah klasik memasukkan keyakinan ini sebagai aksioma? Karena mereka sadar bahwa menolak hal itu sama dengan menolak mazhab syiah. Mari kita simak nukilan dari ulama klasik syiah.

Pertama-tama, mari kita sadari bahwa riwayat dalam kitab literatur syiah yang menggugat keotentikan Al Qur’an hari ini mutawatir dan sangat banyak, sekali lagi, menurut ulama syiah sendiri. Sebuah kenyataan yang membuat setiap muslim bersedih.

1.Al Mufid –Muhammad bin Nu’man- mengatakan:
Banyak sekali hadits-hadits dari para imam yang membawa petunjuk – a’immatil huda- dari keluarga Nabi Muhammad SAAW bahwa Al Qur’an yang ada bukan lagi asli, juga memuat berita tentang orang-orang zhalim yang menambah dan mengurangi isi Al Qur’an. Lihat Awa’ilul Maqalat hal 91.

2.Abul Hasan Al Amili mengatakan:
Ketahuilah, kebenaran yang disimpulkan dari riwayat mutawatir yang akan dipaparkan kemudian, dan riwayat lain yang tidak kami jelaskan di sini, bahwa Al Qur’an yang ada di tangan kita saat itu, telah mengalami perubahan sepeninggal Rasulullah SAAW. Para penulis Al Qur’an sepeninggal Nabi SAAW telah menghapus banyak ayat dan kata dari ayat Al Qur’an.
Muqaddimah kedua dari tafsir Miraatul Anwar wa Mishkatul Asrar hal 36, dicetak sebagai pengantar bagi Tafsir Al Burhan karya Al Bahrani.

Nyata-nyata menuduh para sahabat telah menghapus banyak ayat Al Qur’an. Nampak sekali bahwa yang tertuduh dalam hal ini adalah Usman bin Affan, yang dikenal sebagai pemrakarsa penulisan Al Qur’an, dan penyatuan bacaan Al Qur’an bagi seluruh kaum muslimin. Ini adalah kesimpulan ulama dari riwayat-riwayat yang dianggapnya mutawatir, jadi tidak lagi mengenal adanya “shahih” atau “dhaif”, karena sebuah kesimpulan hanya mewakili person penyimpulnya. Dengan pernyataan ini kita dapat mengambil kesimpulan juga, bahwa Abu Hasan Al Amili tidak beriman pada Al Qur’an yang ada saat ini. Dia telah kehilangan salah satu rukun iman. [Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Raji’un]

3.Ni’matullah Al Jaza’iri
Figur yang satu ini lebih memilih untuk percaya riwayat-riwayat mutawatir menurut versinya daripada Kalam Ilahi yang terhimpun dalam Al Qur’an. Katanya:
Dengan menganggap Al Qur’an yang ada sekarang ini adalah mutawatir dari wahyu ilahi, [artinya diriwayatkan secara mutawatir berasal dari Nabi yang menerima wahyu dari Allah], dan meyakini bahwa Al Qur’an yang ada sekarang ini adalah Al Qur’an yang diturunkan oleh Ruhul Amin [Malaikat Jibril] mengandung konsekwensi penolakan terhadap riwayat yang banyak sekali, bahkan mencapai derajat mutawatir, yang menyatakan bahwa Al Qur’an telah dirubah, isinya, kalimatnya dan I’rabnya. Padahal ulama mazhab kami telah sepakat bahwa riwayat itu valid adanya dan mereka yakin pada isi riwayat itu. Al Anwar An Nu’maniyah jilid 2 hal 357.

Kita lihat seluruh ulama syiah sepakat menerima riwayat yang menggugat Al Qur’an, yang menuduh Al Qur’an kaum muslimin saat ini telah dirubah, dan bukan asli lagi. Ini bukan lagi tuduhan, tetapi pernyataan dari ulama syiah sendiri.
keyakinan di atas mengandung sekian banyak konsekwensi, di antaranya, menganggap kaum muslimin yang berpegang pada Al Qur’an yang ada saat ini adalah sesat, karena berpedoman pada kitab suci yang sudah dirubah oleh “tangan-tangan kotor”.

4. Al Allamah Al Hujjah Sayyid Adnan Al Bahrani
riwayat tak terhitung banyaknya, yang menerangkan bahwa Al Qur’an telah dirubah, sungguh banyak, melebihi derajat mutawatir. Masyariq Asy Syumus Ad Durriyah, hal 126.

5.Sulthan Muhammad Al Khurasani
Mengatakan dalam kitabnya, Tafsir Bayanus Sa’adah fi Maqamatil Ibadah, cet. Muassasah Al A’lami hal 19

6.Begitu juga Husein Nuri Thabrasi, yang getol menyatakan Al Qur’an telah dirubah, sampai-sampai dia menulis sebuah kitab yang diberi judul Fashlul Khitab fi Itsbati Tahrifi Kitabi Rabbil Arbabi [pemutus ucapan, pembuktian bahwa kitab Allah telah dirubah]. Kita simak ucapannya dalam kitab di atas hal. 227 :
Hadits yang memuat hal itu [perubahan Al Qur’an] berjumlah lebih dari 2000 hadits, sejumlah ulama besar menyatakan banyaknya riwayat yang menyatakan hal itu, seperti Al Mufid, Al Muhaqqiq Ad Damad, Majlisi dan lainnya.

7. Muhammad Baqir Al Majlisi
ketika membahas hadits riwayat Hisyam bin Salim dari Abu Abdillah Alaihissalam; Sesungguhnya Al Qur’an yang diturunkan oleh Jibril Alihissalam kepada Muhammad SAAW ada 17000 ayat. Majlisi mengomentari riwayat ini: [riwayat ini] dipercaya, dalam cetakan lain tertulis Hisyam bin Salim di posisi Harun bin Salim. Riwayat ini shahih, seperti sudah diketahui bahwa riwayat ini juga banyak riwayat shahih yang menerangkan dengan jelas bahwa Al Qur’an yang ada saat ini telah dikurangi dan diubah, bagi saya hadits-hadits yang menyatakan perubahan Al Qur’an mencapai derajat mutawatir ma’nawi. Menolak riwayat ini mengharuskan kita untuk menolak seluruh riwayat [hadits Ahlulbait]. Saya kira hadits yang mengatakan hal ini[perubahan Al Qur’an] tidak kalah banyak dari riwayat hadits yang membahas imamah, bagaimana masalah imamah bisa dibuktikan dengan riwayat? Mir’atul Uqul, jilid 12 hal 525.

Maksudnya, bagaimana masalah imamah bisa didasarkan dari dalil riwayat ahlulbait jika riwayat mengenai perubahan Al Qur’an ditolak? Karena kitab-kitab yang memuat riwayat dari para imam Ahlulbait, yang dijadikan rujukan bagi mazhab imamiyah [tentang imamah dan nash] juga memuat riwayat tentang perubahan AL Qur’an. Maka Syiah tidak dapat mengingkari riwayat tentang perubahan Al Qur’an, karena mengingkari riwayat perubahan Al Qur’an berarti menolak riwayat tentang imamah dan penunjukan para imam, menolak riwayat mengenai imamah berarti menggugurkan mazhab syiah, karena mazhab syiah imamiyah hanya bersandar pada riwayat-riwayat dari ahlulbait mengenai imamah. Berarti konsekwensi dari mengimani prinsip imamah dalam syiah adalah percaya terhadap perubahan Al Qur’an. Ini berarti seluruh umat syiah wajib meyakini perubahan dan pengurangan Al Qur’an, jika masih ingin meyakini imamah.

Perhatikan lagi pernyataan Majlisi, yang menjelaskan bahwa menolak riwayat perubahan Al Qur’an berarti menolak seluruh hadits dan riwayat syiah.

Sabtu, 06 Februari 2010

Sabar Dan Biarlah Allah Menentukan Jadwal Kemenangan

Salah satu kendala utama berda’wah di zaman penuh fitnah dewasa ini ialah kenyataan betapa pahitnya kondisi yang sedang dialami ummat Islam di segenap penjuru dunia. Banyak negeri kaum muslimin dewasa ini dipaksa terlibat dalam konflik fisik karena penjajahan lokal terang-terangan seperti yang dialami saudara-saudara kita di Palestina oleh Zionis Yahudi, Chechnya oleh Rusia, Kashmir oleh India, Fatani oleh Thailand, Mindanau oleh Filipina serta Uigur oleh Cina. Belum lagi penjajahan yang berkedok War on Terror (WOT) seperti yang dilakukan kekuatan NATO dengan komandannya Amerika Serikat di Irak, Afghanistan dan sebentar lagi di Yaman. Sebagaimana hal serupa dilakukan oleh kekuatan militer Uni Afrika terhadap Mujahidin di Somalia.



Lambat laun semua konflik yang menimpa ummat Islam diseragamkan sebutannya menjadi WOT. Sehingga betapapun canggihnya retorika mereka mengatakan bahwa WOT bukanlah perang melawan Islam dan kaum muslimin, namun kian hari fakta yang ada kian kuat membantahnya. Amerika sudah sangat sering berkoar-koar menggolongkan Kuba dan Korea Utara sebagai negara teroris, tapi nyatanya tidak pernah kita menyaksikan pengerahan kekuatan militer terhadap kedua negara berpenduduk mayoritas non-muslim tersebut sebagaimana dilakukan terhadap negeri Muslim semisal Irak dan Afghanistan. Bahkan semenjak gagalnya upaya peledakan sebuah pesawat penerbangan Amerika Serikat pada malam Natal 2008 empatbelas negara mayoritas muslim dimasukkan ke dalam daftar hitam (baca: daftar bangsa teroris) oleh Amerika Serikat. Perhatikanlah kutipan berita dari The New York Times 4 Januari 2010:

Under the new rules, all citizens of Afghanistan, Algeria, Lebanon, Libya, Iraq, Nigeria, Pakistan, Saudi Arabia, Somalia and Yemen must receive a pat down and an extra check of their carry-on bags before boarding a plane bound for the United States, officials said. Citizens of Cuba, Iran, Sudan and Syria — nations considered “state sponsors of terrorism” — face the same requirement.





Setiap hari kita selalu disajikan berita terbunuhnya kaum muslimin di negeri-negeri yang terlibat dalam konflik. Saking seringnya pemberitaan mengenai terbunuhnya kaum muslimin kitapun semakin terbiasa dan lama-kelamaan menjadi jenuh akhirnya tidak peduli. Sementara itu di negeri kaum muslimin yang tidak terlibat konflik fihak penguasa global kafir tidak henti-hentinya melakukan rekayasa dan konspirasi untuk mencegah munculnya kekuatan ummat Islam sejati sambil memberikan dukungan seluas-luasnya kepada kelompok muslimin yang rela dibentuk ideologinya (baca: aqidah dan fikrahnya) sesuai ideologi materialisme, sekularisme, pluralisme, liberalisme dan demokrasi Barat modern. Barangsiapa yang tidak bersedia menyesuaikan ideologinya dengan ideologi Barat modern akan dengan mudahnya dilabel sebagai kaum fundamentalis, ekstrimis bahkan teroris..! Mereka akan diburu, di-inteli dan sekurang-kurangnya ditandai sebagai fihak yang mesti diwaspadai. Mereka dianggap sebagai pengganggu stabilitas dan keamanan negara. Bila dinilai bersalah dan diduga terlibat dengan aksi teror bisa dengan mudahnya dijebloskan ke sel semisal Guantanamo tanpa pernah boleh membayangkan adanya proses pengadilan. Sementara muslimin -apalagi aktifis da'wah- yang menerima ideologi mereka akan segera memperoleh aneka fasilitas duniawi dan jaminan hidup, baik harta, tahta maupun wanita.



Keadaan ini sangat mirip dengan keadaan yang telah dilalui oleh generasi awal kaum muslimin di masa Rasulullah berjuang di kota Mekkah sebelum hijrah. Pada masa itu siapa saja yang mengikuti jejak langkah Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam dianggap sebagai pengganggu stabilitas dan keamanan negara. Sebab Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dan para sahabat menawarkan ideologi yang sangat berbeda bahkan bertentangan langsung dengan ideologi kaum musyrikin Quraisy Mekkah. Banyak sahabat yang mengalami pengusiran, penganiayaan, penyiksaan, pemboikotan, pemenjaraan hingga pembunuhan. Keadaan sedemikian parahnya sehingga salah seorang sahabat berkeluh-kesah kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam melihat kenyataan pahit yang dialami kaum muslimin ahlut-tauhid.

عَنْ خَبَّابِ بْنِ الْأَرَتِّ قَالَ شَكَوْنَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

وَهُوَ مُتَوَسِّدٌ بُرْدَةً لَهُ فِي ظِلِّ الْكَعْبَةِ قُلْنَا لَهُ أَلَا تَسْتَنْصِرُ لَنَا

أَلَا تَدْعُو اللَّهَ لَنَا قَالَ كَانَ الرَّجُلُ فِيمَنْ قَبْلَكُمْ يُحْفَرُ لَهُ

فِي الْأَرْضِ فَيُجْعَلُ فِيهِ فَيُجَاءُ بِالْمِنْشَارِ فَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ

فَيُشَقُّ بِاثْنَتَيْنِ وَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ وَيُمْشَطُ بِأَمْشَاطِ الْحَدِيدِ

مَا دُونَ لَحْمِهِ مِنْ عَظْمٍ أَوْ عَصَبٍ وَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ

وَاللَّهِ لَيُتِمَّنَّ هَذَا الْأَمْرَ حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ

لَا يَخَافُ إِلَّا اللَّهَ أَوْ الذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ وَلَكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُونَ



Dari Khabab bin Al-Arat ia berkata: ”Kami mengeluh di hadapan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam saat beliau sedang bersandar di Ka’bah. Kami berkata kepadanya: ”Apakah engkau tidak memohonkan pertolongan bagi kami? Tidakkah engkau berdoa kepada Allah untuk kami?” Beliau bersabda: ”Dahulu seorang lelaki ditanam badannya ke dalam bumi lalu gergaji diletakkan di atas kepalanya dan dibelah menjadi dua namun hal itu tidak menghalanginya dari agamanya. Dan disisir dengan sisir besi sehingga terkelupaslah daging dan kulitnya sehingga tampaklah tulangnya namun hal itu tidak menghalanginya dari agamanya. Demi Allah, urusan ini akan disempurnakan Allah sehingga seorang penunggang kuda akan berkelana dari San’aa ke Hadramaut tidak takut apapun selain Allah atau srigala menerkam dombanya, akan tetapi kalian tergesa-gesa!” (HR Bukhary 3343)



Saudaraku, sungguh apa yang dialami ummat Islam dewasa ini di zaman penuh fitnah ini hanya merupakan repetisi sejarah. Ini merupakan sunnatullah yang mesti dialami oleh kaum muslimin ahlut-tauhid sepanjang perjalanan sejarah kemanusiaan. Yang paling penting adalah menjadikan aqidah dan fikrah Islamiyah sebagai barang paling berharga yang mesti dijaga kemurniannya hingga maut datang menjemput. Sebab urusan ideologi inilah urusan paling pokok bagi seorang mu’min. Urusan ideologi ini pulalah sebab utama diutusnya para Rasul Allah.

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu…” (QS AnNahl ayat 36)



Ketika masyarakat jahiliyyah musyrik Quraisy Mekkah berdiri di atas fondasi ideologi syirik non-Tauhid Nabi shollallahu ’alaih wa sallam samasekali tidak berkenan terlibat dalam pengaturan dan pengelolaan masyarakat Mekkah. Beliau sibuk terus membina lahirnya suatu generasi baru ahlut-tauhid yang dipersiapkan untuk mewujudkan masyarakat baru menggantikan masyarakat jahiliyyah tersebut. Namun beliau mensyaratkan agar masyarakat yang dibina ideologinya tersebut memiliki kesabaran yang berlipat ganda. Jangan hendaknya mereka mudah goyah lantaran ancaman lawan maupun rayuan musuh. Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam menjamin bahwa pertolongan dan kemenangan dari Allah merupakan suatu keniscayaan, namun hendaknya semua fihak bersabar dan bersabar dan bersabar. Sedemikian rupa Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menekankan perlunya bersabar sehingga beliau mengingatkan sahabat Khabab bin Al-Arat akan pengalaman jauh lebih pahit kaum mukminin generasi terdahulu.



Padahal sahabat Khabab bukanlah sahabat yang tidak mengalami derita dalam mempertahankan iman Tauhidnya. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab beliau hadir dalam suatu majelis dimana Umar menyuruh masing-masing sahabat Muhajirin menceritakan pengalaman dan pengorbanan sewaktu masa jahiliyyah berjuang di Mekkah untuk menjadi pelajaran bagi yang lainnya. Masing-masing menceritakan pengalamannya. Begitu tiba giliran Khabab beliau langsung membuka bajunya dan memperlihatkan punggungnya kepada jamaah majelis. Betapa terkejutnya mereka melihat punggungnya yang dipenuhi lubang-lubang berwarna hitam sebesar bola kasti. Umar menanyakan apa yang telah terjadi. Maka Khabab berkata: ”Aku dulu disiksa dengan cara disuruh berbaring terlentang di atas tumpukan batu yang telah dibakar sehingga aku bisa mencium bau dagingku terbakar seperti bau sate panggang!”





Saudaraku, sungguh perjuangan menegakkan Tauhid melalui jalan yang telah ditempuh Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam dan para sahabat dewasa ini memerlukan kesabaran. Kesabaran untuk mempertahankan aqidah Rabbani ini. Kesabaran untuk menyaksikan saudara-saudara kita yang masih saja mengalami aneka penganiayaan dari fihak musuh Allah sedangkan kita tidak berdaya menolong mereka selain melalui doa. Dan yang sangat penting adalah kesabaran untuk bertawakkal kepada Allah dalam hal penentuan jadwal kemenangan. Jangan sekali-kali karena tidak sabar hidup dalam kondisi kekalahan, kemudian kita melakukan tindakan konyol yang kontraproduktif bagi kemuliaan Islam dan muslimin. Umumnya ketergelinciran dari jalan lurus hanya terjadi karena dua kemungkinan, yaitu ancaman atau rayuan fihak musuh Allah. Zaman sekarang biasa disebut dengan stick and carrot approach. Yang paling mengerikan adalah ketika ada sejumlah aktifis da’wah masuk dalam perangkap stick and carrot approach tadi malah mengira sudah semakin dekat kepada kemenangan yang mereka tentukan sendiri jadwal dan bentuknya. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.-

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ

مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ

وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

‘Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS Al-Baqarah ayat 214)



Saudaraku, pertolongan Allah menjadi dekat bilamana sense of crisis telah berada dalam frekuensi yang sama antara pemimpin perjuangan dan para pengikutnya. Bila sudah satu frekuensi dan terfokus kepada hanya dan hanya mengharapkan pertolongan Allah, maka dalam keadaan seperti itu berarti pertolongan Allah sudah sangat dekat. Demikianlah yang ditunjukkan oleh para pendahulu kita. Derita ummat menjadi derita Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam, sukacita ummat seringkali hanya menjadi sukacita ummat sedangkan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam tetap zuhud dan sederhana dalam kenikmatan mendekatkan diri kepada Allah dan menyantuni kaum dhuafa. Adakah kondisi ummat dewasa ini khususnya mereka yang mengaku aktifis da’wah sudah seperti para pendahulu kita? Wallahu a’lam.-